Makna

Kecil


Makna, makna, makna. Kata ini menjadi berbayang di ingatanku. Makna/mak·na/ nilai, arti yang melekat dalam sesuatu. Pencarian tujuan hidup, kebermaknaan, atau makna eksistensial, tentang arti hidup, nilai-nilai yang dianggap penting, dan cara seseorang memberikan makna pada hidupnya.

Well.. bukannya segala hal memang perlu makna? 
Bayangin aja lo ngelakuin sesuatu tanpa adanya maksud dan tujuan? Bukannya itu sangat membingungkan? 

"Setiap momen itu berharga jika diberi makna dan tiap peristiwa itu istimewa jika sudut pandangnya kaya" adalah quote yang cukup membekas di ingatan gue dari Narasi TV.

Makna selalu memberikan sebuah arti pada apa yang kita lakukan dan selalu memberi dampak untuk orang di luar sana. Karena kalo dipikir-pikir, kerja kalo cuma kerja tanpa adanya manfaat untuk orang lain, gue rasa akan selalu ada "lubang" di hati dan pikiran orang yang melakukannya, cuma mereka belum sadari aja.

Manusia akan selalu mempunyai desire untuk bisa bermanfaat kesesamanya, dalam cara apapun. Karena memang betul, "Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain."

Gue juga selalu yakin akan hal apapun yang kita kerjakan nantinya.. asal ada makna di dalamnya, hal tersebut tidak akan pernah "membingungkan". Dan meskipun hal yang kalian kerjakan tidak kalian sukai sekalipun, nantinya akan selalu ada makna yang menguatkanmu untuk tetap mengerjakan hal tersebut dan bertahan. Makna membuatmu menjadi lebih tegar, dan kuat terhadap pilihan-pilihan hidup.


Dulu waktu SD, gue pernah mengikuti acara dari BUMN, nama acaranya "Aku Suka Makan Ikan" diadakan dalam rangka untuk mendidik anak-anak supaya lebih suka untuk makan ikan. Di acara itu ada satu band yang setelah tampil banyak sekali dimintai tanda tangan oleh anak-anak, dan spontan gue juga ikut dalam antrian barisan orang yang meminta tanda tangan itu. Karena saking panjang antriannya, di tengah-tengah antrian gue mikir "What the fuck am I doing here?" "Apa yang sebenernya kulakukan sekarang ini? band-nya bahkan ga kukenal dan apa gunanya tanda tangan ini setelah kudapatkan nantinya?" Langsunglah aku cabut dari antrian itu dengan wajah curiosity yang membabi buta.

Jujur, gue salut sama diri gue pada saat itu dengan keputusan apa yang gue ambil. Ini berarti tanda bahwa gue sadar dan berpikir. Gue juga yakin kedepannya bahwa "tanda tangan" itu akan hilang di antara lembaran kertas dan tumpukan buku yang penuh debu.



Mau cerita sedikit, kenapa aku bisa suka sama negara Jepang. Kalo orang-orang kebanyakan suka sama makanan, wisata, atau dunia hiburannya. Entah kenapa, aku selalu fokus ke sumber daya manusianya, kalo kalian perhatikan, mereka tuh selalu doing their best. Arti makna di sana tuh on another level, mereka mengaplikasikannya dengan baik ke seluruh aspek kehidupan mereka, betulan to the core. Makanannya? Udah pasti enak, dan juga sehat. Tempatnya? Nyaman, juga aman. Kemana-mananya? Tepat dan efektif. Filmnya? Deep parah! Liat aja karya-karyanya Hirokazu Koreeda atau Hayao Miyazaki. Bahkan di game, ada juga Hidetaka Miyazaki dengan Soul-game-nya, yang mana kalian harus mengalahkan bosnya sampai mati beribu kali dulu, baru bisa melewatinya, ini karena tingkat kesusahannya yang gila, mereka ga mau memanjakan player-nya, dengan perjuanganlah achievment itu baru bisa dirasakan sampai ke ulu hati. Design produk makanannya? Legit, makna to the core, oleh karena itu segala aspeknya menjadi yang terbaik 'cause they master it!


Oh ya, belakangan ini juga.. gue menyadari bahwa makna juga bisa menjadi solusi terhadap hal yang tidak kita sukai, contoh simpelnya, gue sebenernya sangat benci untuk mengganti warna pada sebuah foto, tapi karena mengganti warna sangat krusial untuk emosi dan juga cara gue untuk menyampaikan perasaan secara visual, maka akan tetap kulakukan.

Gue juga ga suka memakai hastag dalam semua postingan social media-ku karena hal ini terlihat begitu "spammy". Tapi, hal ini dibutuhkan untuk reach wider audience karena dengan menggunakan hastag berarti akan ada lebih banyak orang yang ter-impact akan karya-karyaku. Maka, hal ini pun akan kulakukan.

Gue juga ga suka ketika hobi berubah menjadi sebuah pekerjaan, karena lagi-lagi.. maknanya akan berubah. Akan selalu ada pihak ketiga di dalamnya yang mana hobi ini bukan lagi tentang diriku. Apalagi kalo udah menyangkut masalah seberapa banyak engagement dan angka yang harus didapatkan. Jujur dari dulu, tujuanku di social media pure dari dulu hanya untuk mengekspresikan diri, itulah kenapa aku jarang sekali untuk upload, karena hal-hal yang ku-upload biasanya tentang keresahan atau just a little update about life, so my friends doesn't need to worry. Jangan heran ketika banyak sekali creator yang 'burn out', karena gue yakin apa yang mereka ekspresikan bukan lagi tentang dirinya.

Apa artinya sebuah foto dengan komposisi ciamik dengan pengambilan gambar yang sempurna tanpa sebuah makna di dalamnya? Foto dengan gambar yang blur dan tidak jelas sekalipun jika ada makna di dalamnya, maka foto itu akan menjadi hidup, tak lekang oleh waktu.

Kalo kalian sadari, Academy Award atau Oscar (ajang penghargaan tertinggi perfilman di Amerika Serikat) jarang atau bahkan tidak pernah memilih visual dibandingkan makna/cerita dari sebuah film. Mereka selalu fokus dengan film yang bermakna atau isu-isu sosial yang diangkat. Karena hanya dengan visualnya yang bercerita, mereka selalu bisa menyiratkan sebuah makna, juga bisa memunculkan interpretasi ketika menyaksikannya, sehingga film-nya akan selalu dikenang. Mau sekeren apapun film yang kamu tonton The Avenger, Transformer dan semacamnya, akan selalu "kalah" dengan film-film seperti Oppenheimer atau The Zone of the Interest. Karena film-film seperti ini akan selalu tersimpan di ingatan bukan hanya hilang tertimpa oleh visual.

Pada dasarnya film di atas terbagi menjadi dua, yang satu fokus kepada hiburan, satunya lagi fokus terhadap makna. Sama seperti hidup, hiburan atau makna. Sudah menentukan? Aku harap demikian.