Diri Sendiri

Kenapa Harus Sendiri? Belajar Mandiri dan Tidak Bergantung pada Orang Lain
taken when I with Sammy trapped on a rainy day

Kenapa, kenapa harus ada orang lain? Kenapa harus ada orang lain baru lo mau nonton film di bioskop, kenapa harus ada orang lain baru lo mau makan di luar, kenapa harus ada barengan buat pergi ke suatu tempat? Memang alasan orang berbeda-beda, tapi menurut gue ketika lo melakukan sesuatu dan batal melakukannya dikarenakan orang lain.. well you are on the wrong mindset.

Itu kayak.. Ibarat kereta nih ya, kalo nggak ada 1000 penumpang nggak akan berangkat, lalu bagaimana dengan nasib 1 orang penumpang yang ingin mencapai tujuannya? Masa iya, dia harus nunggu 999 orang lainnya baru dia bisa bergerak untuk mencapai tujuannya?

Pernah suatu ketika di Jepang ada stasiun yang sepi selama 3 tahun, Kami-Shirataki namanya, letaknya di pulau Hokkaido, saking sepinya sampai pihak operator kereta api Jepang mau menutup stasiun ini. Tapi karena ada 1 anak ini yang setia dan bolak-balik ke sekolahnya memakai kereta api tersebut, maka pihak kereta api membatalkan untuk menutup stasiun dan menunggu sampai siswa itu lulus.

Melakukan Sesuatu untuk Diri Sendiri.

"Oh, ya mungkin karena lo udah terbiasa sendiri dan selalu kebanyakan fokus sama diri lo sendiri mangkanya lo bisa do anything alone." Nope, bukan karena gue introvert, dan bukan juga karena gue nggak punya temen. Tapi karena memang gue bisa dan mau melakukan sesuatunya tanpa adanya orang lain.

Mindset gue dari dulu nih, gue mikir akan aneh aja gitu ketika gue melakukan suatu hal atas dasar orang lain, emang di diri gue nggak ada apa hal yang bisa diapresiasi, sama diri sendiri?

Kenapa harus ada alasan supaya bisa dipuji orang lain, supaya kelihatan "uwaw, keren!", supaya keliatan superior lah intinya di mata orang lain. No, no, no, and no. Gue upload foto ke social media contoh IG, karena memang bangga sama diri sendiri, karya gue sendiri, apalagi sebagai fotografer. Makanya gue apresiasi diri gue dengan menunjukkan hasil karya foto gue ke public (media) sebagai wadah.

Ya, memang tujuannya supaya dilihat orang lain, tapi itu bukan tujuan utamanya, di mindset gue tujuan utamanya adalah mengapresiasi diri sendiri. Sukur-sukur bisa menginspirasi orang yang juga nge-follow gue.

Espektasi adalah Musuh Diam-Diam

Semua itu akan terasa berbeda ketika lo melakukan segala sesuatu atas dasar keinginan diri sendiri dan memang untuk diri sendiri. 

Kalo lo melakukan suatu kebaikan atas dasar, ya memang ingin menolong, di pikiran lo pasti nggak akan ada tuh yang namanya ngincer balas budinya di suatu hari.

Kalo lo suka sama seseorang, dan lo menyatakan perasaan lo ke orang tersebut, ya lo bodo amat mau diterima atau enggaknya. Karena poin intinya adalah menyatakan perasaan (sudah titik).

Tapi, beda lagi urusannya kalo lo taruh tuh yang namanya harapan/espektasi di orang lain, nah inilah yang akan menghancurkan lo sendiri, ketika dia bilang enggak, lo sendiri kan yang jadi galau? Akhirnya musuhan dah tuh, padahal kalo diubah POV-nya it's gonna be fine. It's not about diterima atau enggaknya, it's about you confessing that you like him. That's it.

Mangkanya jangan menaruh espektasi ke orang lain, fokus ke apa yang lo bisa kontrol aja. Contohnya ya.. saat menyatakan perasaan tadi (karena ini yang bisa lo kontrol), bukan diterima atau tidaknya (ini yang nggak bisa lo kontrol).

Semuanya Berawal dari Sudut Pandang

"Nia kamu pengen tampil rapih, bersih, cantik, baju sekolahnya disetrika, wangi, harum, all prepared, bangun pagi semua itu untuk dirimu sendiri atau untuk orang lain?"

"Ya buat orang lain biar mereka terpesona, tertarik, dan seneng ngeliatnya."

"Kalo mereka gak terpesona dan tertarik gimana?" *diam seketika.*

Bukannya ketika semua hal jika dilakukan untuk orang lain berarti di sana ada keinginan untuk dipuji atau disanjung orang lain, dan ketika hal itu tidak terjadi. Malah kamu yang merasa kecewa, insecure, overthinking dengan dirimu sendiri ketika pujian itu tak sampai ke telingamu.

Berbeda ketika tampil bersih, rapih tadi untuk dirimu sendiri, karena POV (sudut pandangnya) dirubah menjadi tentang kamu bukan tentang orang lain. Maka di sini fokusnya berbeda, kamu tidak lagi menaruh espektasi akan dipuji orang lain karena diri sudah menganggap diri sendiri bersih, cantik, wangi dan sebagainya.

Kamar kotor, orang tua enggak ada, gak dibersihin, males-malesan. Orang tua datang, langsung bersih-bersih kamar. Tapi bersih-bersihnya karena siapa? Ya, lagi-lagi alasannya adalah orang lain (bukan diri sendiri). Ini adalah sepenggal kebiasaan yang terjadi di kebiasaan keseharian kita, yang tujuannya untuk orang lain, bukan diri sendiri.

Ketika sudut pandangnya diubah, yang mana memang bersih-bersih tadi untuk kenyamanan diri sendiri, pasti ya asalnya memang sudah bersih, so there's no worry. Walaupun orang lain tiba-tiba mampir ke rumah/kost kita. Faktanya ya bersih, karena lebih menghargai diri sendiri ketimbang orang lain.

Hanya Kamu yang Bisa Menyelamatkan Dirimu Sendiri

Ketika lo sedih dan lo curhat ke temen lo, apakah setelahnya.. kesedihan itu akan hilang? Yang bisa ngilangin dan bener-bener move on, ya karena usaha diri sendiri.

Ketika lo pengen sesuatu, terus lo minta ke orang tua lo dan nggak dikasih? Akhirnya lo sendiri yang harus cari cara agar bisa dapet barang yang lo mau, lagi-lagi karena usaha diri sendiri.

If you can't save yourself, then who can save you?

Fokus.

Fokus dengan diri sendiri. Ubah sudut pandang. 1000% gue yakin kalian akan memecahkan masalah yang bahkan lo sendiri nggak sadari bahwa itu adalah sebuah masalah. Karena saking fokusnya dengan diri sendiri, hal-hal yang lo anggap masalah itu nggak lagi menjadi sebuah masalah. Nonton film sendiri? Bukan masalah.

"Bil, kok jarang upload?" I upload to share what I really wanted to share, and the post is even for me, I'm proud of what I posted that is why I appreciate myself by showing it to the public. Again, so it's not for other people. I'm not trying to impress other people, and I don't give a single sht about that.  

"Bil kok nggak diajak?" Sorry I just want to hangout with him at the moment. And beside, the only person that always sometimes text or call me is him. So? I just react.

"Kok jarang ngeliatin story-nya anak-anak?" Sorry that I'm so focused on myself, untill I don't even have time to look on all of your stories, everyday, everytime, you upload. And I don't even turn on my Instagram notification. LOL.

"Bil, kok bales chatnya lama?" I'm actually a call person, rathen than a text person, or even face to face talk type of person. Besides my screen time is lower, very low, more than you know. Cause I rarely play smartphone.

"Bil kok di-read doang?" Simple, there's nothing more to discuss. The conversation already ended with just a one-word reply: "nah", "wkwk", "ya/bener", "ok". What do you expect me to say? At least you know I did read your chat. "R". Not just grey, with the double checklist symbol, like you sometimes do. Grey, but you actually already read it, bruh, such a weird feature, man.

Baca Juga: Cara Pandangku Terhadap Hubungan