© The Estate of Vivian Maier, courtesy Collection John Maloof
Sebelum menemukan kisah dari seseorang yang bernama Vivian Maier, aku sebetulnya sudah sering melihat karya-karyanya di berbagai platform media sosial. Karena memang bertebaran di mana-mana, yang mana makin membuat rasa penasaran ini meningkat akan tentang sosoknya seperti apa.
Aku sangat bisa melihat nilai dari karya-karyanya dalam sekali lihat. Belum tau kisahnya, hanya sebatas bertanya-tanya, siapa, ya, Vivian Maier ini? Tanpa tau kisah sebenarnya seperti apa.
Sekarang, setelah melihat film dokmenter yang berjudul Finding Vivian Maier dan mengenal karakter Vivian Maier lebih dalam lagi, aku menemukan banyak sekali hal yang bisa dipelajari dari sosoknya.
Sekarang ini, bisa dibilang Vivian Maier menjadi barisan terdepan yang akan menjadi fotografer referensiku dalam mempelajari fotografi lebih dalam lagi, khususnya untuk genre human interest (street photography), mengingat betapa tulusnya ia menciptakan sebuah karya dari ekspresi terdalamnya, dan ini tersirat secara tidak langsung dalam visual-visualnya.
Kalau dipikir-pikir lagi, Vivian Maier ini semacam Vincent Van Gogh-nya di ranah fotografi, karya-karyanya terkenal setelah orangnya sudah meninggal. Terlebih dengan huruf depan yang sama?! "V". Memang betulan semesta yang merancang. * Brrr...*
Karya seni yang terkenal saat pengkaryanya sudah tiada kadang membuktikan bahwa seseorang akan menjadi lebih berharga ketika ia meninggal, sekaligus membuktikan bahwa game media sosial hanyalah tentang siapa yang lebih dulu mendapat eksposur. Angka yang berbicara di jaman sekarang, bukan rasa. Ia telah mati saat internet sudah ada.
Aku yakin ketika semua orang diberi tangga yang sama untuk mencapai puncak, akan ada banyak sekali Vivian Maier yang lain, artist-artist hebat lain yang bermunculan, yang jarang mempromosikan karyanya. Memang benar kadang, seniman hanya butuh mempelajari teknik marketing jika ia ingin terkenal.
Lucunya, Vivian Maier sama sekali tidak ingin terkenal, ia tidak pernah mempromosikan karya-karyanya, melainkan ia mewariskannya saat ia tua. Menginspirasi banyak fotografer dunia supaya menemukan jati dirinya, dan belajar dari kisah hidupnya.
Jadi, apa saja yang bisa dipelajari dari kisah seorang Vivian Maier semasa hidupnya?
1. Konsistensi Menjadi Bukti
Membedakan mana yang genuine dan yang tidak itu mudah, cukup dengan lihat aja konsistensi di saat dia melakukannya. Konsistensi itu refleksi dari kejujuran hati, dan ini sangat terlihat dalam diri Vivian Maier.
Konsistensi bukan hanya tentang durasi, tapi apakah ia juga selaras dengan segala hal-hal yang terkait dengan dirinya? Seperti kehidupannya, kepribadiannya, pekerjaannya serta karya-karya yang dihasilkannya.
Aku kagum dengan konsistensi yang Vivian Maier lakukan, memperhatikan detail terhadap hal-hal yang ia sukai sungguh sangat mengagumkan karena selaras aja gitu dengan hidupnya. Mengoleksi barang-barang pribadi, berkelana ke sana ke mari, membawa kameranya ke mana pun ia pergi, bahkan saat bekerja sebagai seorang nanny.
Pun dengan kepribadiannya yang penuh misteri sangat selaras dan terlihat dari karya-karyanya. Apa yang dilakukan Vivian Maier terkait fotografi di sepanjang hayatnya bisa disebut sebenar-benarnya passion terhadap fotografi, yang konsisten untuk tetap terus berkarya. Terus meluapkan emosi jiwanya dalam bentuk karya.
Konsistensi menjadi bukti seberapa dalam kecintaannya terhadap dunia fotografi, dan ya, hal ini memang bisa terlihat jelas dari apa yang dilakukan selama hidupnya, bahwa ia sangat mencintai fotografi. Karena ketika kita mecintai sesuatu tanpa adanya feedback dalam bentuk material seperti uang, menjadi tanda ia melakukannya secara genuine. Menyatakan secara tidak langsung bahwa kita rela untuk terus melakukannya, tanpa lelah dan bosan, hingga akhir hayat.
Konsistensi dalam berkarya juga menjadi bukti bahwa Vivian Maier benar-benar 'hidup'. Karena karya lahir dari betapa seseorang 'menikmati hidupnya', merasakan jatuh bangun emosi ketika hidup di dunia. Semakin dia berkarya, berarti ini tanda bahwa dia semakin menikmati hidupnya. Merasakan lebih dalam emosi diri dan meluapkannya dalam bentuk media.
2. Mengenal Diri dengan Sangat Baik
Vivian Maier sangat mengenal dirinya. Terbukti dari banyaknya self-portrait yang ia tangkap. Karena terbiasa sendiri, ia jadi lebih banyak merefleksi diri, dan aku bisa sangat memahami perasaan ini.
Self-portrait ia gunakan sebagai eksplorasi identitas, coba lihat aja banyaknya potret diri Vivian yang sangat misterius, yang mencerminkan pergulatan batinnya. Ia menggunakan fotografi untuk memahami diri sendiri, merefleksi misteri diri.
Vivian Maier menggunakan fotografi untuk mengenal dan memahami dirinya. Mengingat ia sering menyembunyikan dirinya dari dunia, Vivian mungkin melihat diri (dan subjek fotonya) sebagai sebuah puzzle yang tak pernah selesai.
Salah satu tanda bahwa kamu mengenal diri dengan baik adalah, kamu tau apa yang kamu lakukan. Salah satunya, melakukan hobi, bukti bahwa kamu mengenal diri dengan baik. Cukup banyak loh, yang ketika ditanya , " Apa yang kamu suka lakukan?" Lantas ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Oh, malangnya.
Kebiasaannya mengarsipkan negatif film, menyimpan koran, dan mengoleksi barang pribadi membuatnya begitu hidup. Bukanlah bentuk keterasingan semata, melainkan bentuk kasih sayang terhadap apa yang ia ciptakan dan lihat. Ada sebuah keintiman antara seniman dan karyanya di situ. Dan ini, bisa terlihat di karya-karyanya yang begitu intim.
Dengan mengenal diri, maka kamu akan bercerita dan berkarya dengan lebih baik lagi, karena seni pada dasarnya adalah ekspresi diri. Berkarya untuk diri sendiri membuatnya menjadi lebih bermakna.
3. Nggak Butuh Pengakuan (Validasi)
Vivian Maier sudah menciptakan ribuan karya tanpa memedulikan ketenaran atau validasi eksternal. Ia berkarya untuk dirinya sendiri, bukan untuk pujian atau popularitas.
Ini bisa terlihat dari bagaimana Vivian Maier lebih suka untuk menyembunyikan karya daripada membagikannya. Bahkan bukan cuma karyanya, tapi juga dirinya. Saking nggak mau dikenalnya. Penggunaan nama samaran, aksen, dan kepribadian berbeda menjadi buktinya. Terlebih roll film yang belum diproses dan hidupnya yang sendiri tanpa relasi.
Vivian hidup sebagai seorang nanny (pengasuh anak), profesi yang sederhana, tapi justru di sinilah ia bisa bebas berkarya tanpa tekanan. Ia tidak ingin terkenal. Dan inilah yang membuat karyanya justru lebih jujur, apa adanya, karena tidak dibuat karena faktor eksternal, untuk angka, seperti likes atau views belaka. Audiens, pasar, merek tidak relevan untuk mencapai apa yang ingin dicapai Maier.
Meski karyanya tidak pernah dipamerkan semasa hidupnya, ia tetap konsisten memotret selama puluhan tahun, yang menunjukkan bahwa seni bisa menjadi bentuk kepuasan diri, bukan alat untuk meraih pengakuan.
Roll-roll film yang sama sekali belum diproses, seakan ia sedang mengumpulkan harta karunnya sendiri. Untuk diwariskan nantinya. Padahal bisa saja ribuan roll film-nya dia 'konsumsi' dan membuatnya 'kenyang'. Sebuah passion tanpa pengakuan.
Vivian Maier adalah contoh nyata bahwa seseorang bisa berkarya dalam diam, tanpa haus akan pengakuan. Namun tetap berkarya secara konsisten dari balik bayangan, menunjukkan bahwa validasi eksternal bukanlah syarat untuk menjadi seorang 'seniman sejati'. Time will tell, nggak usah menjelaskan siapa dirimu ke orang lain, orang akan mengetahui dengan sendirinya dari karya-karyamu.
4. Walk the Talk, Pengkarya yang Sesungguhnya
Walaupun Vivian Maier introvert dan kepribadiannya terkesan diam, penuh dengan segala misterinya, tapi karya-karyanya begitu nyaring terdengar, mencerminkan sosok dirinya yang sesungguhnya. Menyatakan bahwa apa yang ia abadikan, merefleksikan seluruh detail kehidupannya.
Selain menjadi seorang fotografer, as hobby. Vivian Maier juga punya pekerjaan yang membantunya untuk menghidupkan seluruh karya-karyanya, menjadi lebih terang lagi. Menjadi seorang pengasuh anak, berarti melibatkan banyak perasaaan dan mencurahkan emosi dalam diri untuk melakukannya.
Karena tanpa disadari, mau tidak mau, pekerjaan itu mendefinisikan kehidupanmu akan seperti apa nantinya, ia yang menentukan mau ke arah mana jiwa ini berkelana? Lihat bagaimana cara Vivian Maier menyelaraskan semua yang ia lakukan dalam hidupnya. Bekerja sebagai seorang nanny, mengoleksi hal-hal kecil, juga berkelana untuk memperluas sudut pandang.
Definisi walk the talk, yang nggak cuma berkarya dan hasilnya bagus, tapi yang terpenting adalah karyanya merefleksikan kehidupannya. Ini adalah wujud dari seniman yang sebenarnya.
Karena dengan hidup lah, justru karya itu ada. Seseorang dapat berkembang dan maju dalam seni fotografi dengan terjun langsung dan melakukannya (hidup), bukan dengan membicarakannya (mempromosikannya). Ini menjadi pelajaran tentang integritas dan keselarasan antara nilai hidup dan praktik berkarya. Definisi passionate yang sebenarnya.
5. Memisahkan Hobi dengan Pekerjaan
Ini adalah poin paling penting untuk seorang pengkarya. Ketika hobi sudah menjadi pekerjaan, ia sudah bukan lagi berupa hobi (yang tujuannya jiwa, ekspresi diri), ia berubah menjadi repetisi tanpa makna.
Pelajaran terbaik bagi seniman adalah.. jangan berhenti dari pekerjaan harian kalian. Karena hobi seperti Fotografi ini adalah salah satu cara kalian untuk menikmati hidup, jadi biarkan saja ia menjadi hobi.
Seperti yang aku katakan pada poin nomor empat. Pekerjaan itu mendefinisikan diri ini, akan menjadi seperti apa nantinya, ia yang akan menentukan mau ke arah mana jiwa ini berkelana?
Pemahaman dan definisi kalian akan berubah saat tau bahwa Vivian Maier bukanlah seorang fotografer profesional semasa hidupnya, tapi seorang pengasuh anak, namun karya-karyanya bisa sekelas dengan fotografer profesional, bahkan punya ciri khasnya sendiri.
Pekerjaan juga akan menjadi sangat bermakna ketika ia dipisahkan. Ia jadi punya tujuan untuk menghidupi hobi, untuk diri sendiri. Bukan material duniawi semata seperti rumah dan mobil, tapi tujuannya jiwa, supaya ia bisa bertumbuh.
Dari pekerjaan sebagai seorang nanny, ia jadi bisa mengalokasikan penghasilannya untuk membeli peralatan fotografi, daripada 'perhiasan mewah', mencerminkan komitmen yang tinggi terhadap passion dan juga jiwanya.
6. Dedikasi
Dedikasi adalah soal komitmen emosional dan niat, tentang seberapa besar kamu mencurahkan hati dan energi untuk sesuatu.
Dedikasi menghasilkan makna di balik sebuah foto, bukan sekedar memotret, tapi juga gambar yang bisa berbicara, visual yang sangat merdu. Mengambil banyak foto nggak akan menjamin kepekaan dan penguasaanmu terhadap sekitar. Dibutuhkan dedikasi yang kuat di belakangnya.
Vivian Maier meninggalkan setidaknya 100.000 gambar analog. Saat ini, dengan teknologi digital mungkin seorang fotografer dengan masa hidup yang sama panjangnya bisa meninggalkan sejuta gambar atau lebih.
Tapi yang membedakan Vivian Maier adalah banyak fotonya dengan komposisi yang epic, menceritakan kisah yang menarik dari balik bayang-bayang, yang fotografer pada umumnya tak bisa raih.
Dedikasi menghasilkan penguasaan seni, kepekaan terhadap subjek, serta foto yang menyimpan makna dan juga menyampaikan pesan melalui visual, yang akan mampu menggugah siapa pun yang menyaksikannya, adalah ciri khas dari foto terbaik.
Karena yang ditekankan bukan sekedar banyaknya foto, tapi juga kualitas artistik, kepekaan, dan niat mendalam di balik setiap gambarnya. Semua ini adalah tanda dedikasinya terhadap seni fotografi. Menunjukkan bahwa Vivian Maier tidak hanya rajin, tapi benar-benar mencurahkan jiwanya ke dalam karya-karyanya.
7. Ketulusan
Ketulusan, ke·tu·lus·an, kesungguhan dan kebersihan hati, kejujuran dengan segala hatinya ia menghadiahkan sebagian 'hartanya' kepada kehidupan.
Ketulusan akan ditemukan waktunya.
Di era media sosial di mana seni sering kali dibuat untuk viral semata, kisah Vivian Maier mengingatkan ke kita bahwa nilai seni tidak harus diukur dari seberapa banyak jumlah likes atau followers. Bahwa karya bisa lahir dari kejujuran dan ketulusan hati, dari ekspresi diri tanpa "ekspektasi algoritma".
Meski Vivian tidak mencari ketenaran, karya-karyanya sendiri yang mengatarkannya untuk ditemukan oleh orang yang tepat seperti John Maloof. Membuktikan bahwa ketulusan dalam berkarya akan menemukan jalannya sendiri. Semesta seperti "bekerja secara diam-diam" mengangkat karya yang memang pantas untuk dilihat.
Ketulusan kisah hidup Vivian Maier yang ditemukan setelah wafatnya rasanya seperti plot dalam film, menjadi bukti bahwa hidup yang sederhana juga bisa menyimpan kisah yang luar biasa, yang sering kali kita abaikan.
Terkadang kita tidak selalu harus "menjadi" sesuatu, karena kadang peran kita hanyalah "menjadi", dan semesta akan menjemput sisanya..
Vivian mencapai ketenaran justru ketika ia tak lagi ada. Yang tidak sengaja mempertanyakan konsep "keabadian" dalam seni, apakah kita berkarya untuk dikenang, atau untuk memaknai hidup itu sendiri?
Kisah Vivian mengajarkan tentang kepercayaan pada proses, sebuah ketulusan yang bahkan ketika hasilnya tidak terlihat secara instan. Keyakinan bahwa semesta akan membawa karya ke tempat yang tepat jika dilandasi dengan ketulusan hati.
8. Kekuatan dari Misteri
Karena ketidakmauan akan memunculkan sosoknya, menimbulkan kekuatan misteri yang tanpa disadari menarik semua orang ke dalam karyanya. Lubang hitam dari Vivian Maier.
Persona yang diciptakannya seperti penggunaan nama samaran, aksen, dan kepribadian yang berbeda menunjukkan bahwa identitasnya bisa cair dan berubah, tergantung konteks dan kebutuhan.
Sifatnya yang introvert dan sangat tertutup, seorang observer yang tajam, mandiri dan keras kepala, sedikit eksentrik, dan juga perfeksionis serta visioner dalam fotografi menciptakan kekuatan misteri yang tak bisa dijelaskan, namun sangat bisa dirasakan.
Kekuatan misteri akan sosoknya bisa dirasakan saat tenggelam dalam dunia fotografi Vivian Maier yang begitu memikat, aku tak bisa tidak merasa takjub melihat bagaimana ia berhasil menangkap esensi dari subjek-subjeknya.
Ia tampak begitu sangat dekat dengan mereka, seolah benar-benar terlibat secara intim dalam kehidupan mereka, hingga rasanya seperti ia bergetar bersama mereka. Seolah-olah ia telah menemukan sebuah teknik rahasia yang memungkinkannya menyatu dengan subjeknya, menjalin kontak dengan cara yang tak bisa dijelaskan.
Vivian Maier dan kata Misteri seakan menyatu dengan pemilihan kamera Rolleiflex bukaan atas, menciptakan misteri yang begitu dalam. Menangkap momen "biasa" menjadikannya penuh misteri, yang ia tangkap secara natural, tanpa mengganggu subjek. Menunjukkan kekuatan fotografinya dalam mengungkap keindahan dan kompleksitas kehidupan sehari-hari.
Vivian Maier menyimpan harta karun untuk ditemukan semasa hidupnya. Fakta bahwa dirinya melelang barang-barangnya sebelum meninggal, seakan menjadi petunjuk bahwa ia ingin karyanya diwariskan. Layaknya sebuah One Piece bagi para fotografer.
Sadari Keajaiban Ini.
Kisah Vivian Maier menjadi bukti bagaimana cara semesta bekerja, sebuah keajaiban yang perlu kita sadari segera. Mengambil inspirasi darinya adalah cara terbaik untuk belajar dari Vivian Maier, membuat hidup menjadi lebih membara akan gairah passion yang sebenarnya. Jadi, mulailah dengan hobi kalian, menari, menggambar, mengambil foto, apa pun itu. Ciptakan momen yang akan dikenang sepanjang masa oleh diri.
Fotografi sendiri asalnya dari bahasa Yunani, yang artinya 'menggambar dengan cahaya'. Artinya, tanpa cahaya, fotografi tidak akan pernah tercipta. Dan untuk menyadari akan adanya cahaya, dibutuhkan kegelapan. Semua hal beresonansi, kita hanya perlu menyadarinya. Sadari misteri dan kegelapan dalam dirimu, supaya bisa menyadari akan adanya cahaya, seperti kisah Vivian Maier.